Selasa, 20 September 2011

Sistem Administrasi Keuangan Daerah (Bag 2)


SISTEM ADMINISTRASI KEUANGAN DAERAH
Bagian 2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

  1. PENGERTIAN
    Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara).
    Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan dekonsentrasi atau tugas pembantuan tidak dicatat dalam APBD.
    APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua pendapatan daerah dan semua belanja daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu Pemungutan semua penerimaan daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD Karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.
    Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut.
    APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu system anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut.


  2. FUNGSI-FUNGSI ANGGARAN DAERAH
    Berbagai fungsi APBN/APBD sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara, yaitu :
    1. Fungsi Otorisasi
      APBD merupakan dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
    2. Fungsi Perencanaan
      APBD merupakan pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
    3. Fungsi Pengawasan
      APBD menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
    4. Fungsi Alokasi
      APBD diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
    5. Fungsi Distribusi
      APBD harus mengandung arti/memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
    6. Fungsi Stabilisasi
      APBD harus mengandung arti atau harus menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
  3. PRINSIP-PRINSIP ANGGARAN DAERAH
    Prinsip-prinsip dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan APBD yang berlaku juga dalam pengelolaan anggaran negara/daerah sebagaimana bunyi penjelasan dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, yaitu:
    1. Kesatuan
      Azas ini menghendaki agar semua pendapatan dan belanja Negara / daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran.
    2. Universalitas
      Azas ini mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran.
    3. Tahunan
      Azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu.
    4. Spesialitas
      Azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas peruntukannya.
    5. Akrual
      Azas ini menghendaki anggaran suau tahun anggaran dibebani untuk pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau menguntungkan anggaran untuk penerimaan yang seharusnya diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar atau belum diterima pada kas.
    6. Kas
      Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada saat terjadi pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke kas daerah.
    Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 13, 14, 15 dan 16 dalam UU Nomor 17 Tahun 2003, dilaksanakan selambat- lambatnya dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas.

  4. STRUKTUR ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
    Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari:
    1. Pendapatan Daerah
    2. Belanja Daerah
    3. Pembiayaan
    Selisih lebih pendapatan daerah terhadap belanja daerah disebut surplus anggaran, tapi apabila terjadi selisih kurang maka hal itu disebut deficit anggaran Jumlah pembiayaan sama dengan jumlah surplus atau jumlah defisit anggaran.
    1. Pendapatan Daerah
      Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh Daerah. Pendapatan daerah terdiri atas:
      1. Pendapatan Asli Daerah (PAD);
      2. Dana perimbangan; dan
      3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
    2. Belanja Daerah
      Komponen berikutnya dari APBD adalah belanja daerah. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh Daerah. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.
    3. Pembiayaan Daerah
      Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah tersebut terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
      Penerimaan pembiayaan mencakup:
      1. SiLPA tahun anggaran sebelumnya;
      2. pencairan dana cadangan;
      3. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;
      4. penerimaan pinjaman; dan
      5. penerimaan kembali pemberian pinjaman.
      Pengeluaran pembiayaan mencakup:
      1. pembentukan dana cadangan;
      2. penyertaan modal pemerintah daerah;
      3. pembayaran pokok utang; dan
      4. pemberian pinjaman.
        Pembiayaan neto merupakan selisih lebih penerimaan pembiayaan terhadap pengeluaran pembiayaan. Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit anggaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar